24 April 2009

Thâghût

Sebelum mengenal apa itu thâghût, ada baiknya kita ulas sedikit tentang makna ‘ibadah.

Didalam tafsir surat Al-Fatihah ayat 6 : “ iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin ” , makna ayat ini menurut Az-Zamakhsyarî adalah “Kami mengkhususkan 'ibâdah -- hanya -- kepada-Mu, dan kami mengkhususkan minta pertolongan -- hanya --kepada-Mu”. (Lihat Tafsîr Al-Kasysyâf juz I hal. 56)

Ibâdah kepada Allâh merupakan tujuan dari penciptaan jin dan manusia : “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka ber'ibâdah kepada-Ku”. (Surah Adz-Dzâriyât : 56)

Arti ‘ibadah dari segi bahasa ialah :“Ta'at (patuh) dan merendahkan diri”. (Lihat Tafsîr Al-Qurthubî jilid I hal. 146)

Sedangkan ta'rîf (definisi)nya menurut syara' ialah: “Nama (isim) yang mencakup semua yang dicintai Allâh dan diridhai-Nya; dari ucapan, perbuatan, yang lahir maupun yang batin”.

Ber'ibâdah kepada Allâh harus dengan cara yang diajarkan oleh para rasûl, karena mereka diutus untuk menyeru dan memberi contoh tata-cara ber'ibâdah yang benar kepada Allâh, sebagaimana firman Allâh SWT. : Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasûl dalam tiap-tiap umat -- yang menyeru -- : “Hendaklah kalian ber'ibadah kepada Allâh dan jauhilah Thâghût”.(Surah An-Nahl (16) : 36)

Kata “Thâghût” dari segi bahasa berasal dari kata “Thaghâ”; “Yathghâ”; yang artinya : “melampaui batas”. Adapun yang dimaksud “melampaui batas” di sini ialah : “Melampaui batas dalam kekufuran dan perbuatan yang buruk”. Jadi, ta'rif dari kata “Thâghût” ialah : “Setiap orang yang melampaui batas dalam kemaksiatan”.

Menurut Al-Imâm Ibnul-Qayyim (rahimahullâh), tokoh utama “Thâghût” itu ada lima :

1. Iblîs (la'natullâh 'alaih)

2.Orang yang disembah, dan ia merasa senang
Yang dimaksud di sini adalah para pendeta Yahûdi dan Nasrani yang membuat-buat peraturan (syari'at) agama yang bertentangan dengan hukum-hukum Allâh; seperti mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allâh dan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allâh, sebagaimana disebutkan dalam surah At-Taubah (9) ayat 31 : “Mereka (Yahûdi dan Nasrani) menjadikan orang-orang 'alim dan rahib-rahib (pendeta) mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allâh”.

Apakah yang dimaksud menjadikan orang-orang 'alim dan rahid-rahib sebagai tuhan-tuhan selain Allâh? Apakah mereka sujud, menyembah kepada orang-orang 'alim dan rahib-rahib itu seperti orang-orang musyrik menyembah berhala? Al-Imâm Ibnu Katsîr telah menjelaskan masalah ini dengan sebuah hadits dari jalur Al-Imâm Ahmad, At-Tirmidzî dan Ibnu Jarîr; yaitu hadits yang mengisahkan kedatangan 'Adî bin Hâtim ke Madînah dalam rangka kunjungannya yang pertama kepada Rasûlullâh saw.

-- ketika itu 'Adî masih beragama Nasrani -- dan memakai kalung salib dari perak. Maka Rasûlullâh saw. pun membacakan ayat ini (Surah At-Taubah (9) : 31) di hadapan 'Adî bin Hâtim: “Mereka (Yahûdi dan Nasrani) menjadikan orang-orang 'alim dan rahib-rahib (pendeta) mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allâh”.

'Adî bin Hâtim segera menyanggah dengan mengatakan : “Sesungguhnya mereka tidak pernah ber'ibâdah (menyembah) kepada orang-orang 'alim dan para pendeta”.

Maka Rasûlullâh saw. pun segera menjawab : “Oh pasti ; sesungguhnya orang-orang 'alim dan para pendeta itu mengharamkan sesuatu yang halal terhadap mereka dan menghalalkan sesuatu yang haram, maka mereka pun menta'atinya. Demikian itulah -- bentuk -- penyembahan mereka kepada orang-orang 'alim dan para pendeta itu”. (Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr juz II hal.348)

Mereka memang tidak melakukan sujud kepada para pendeta atau orang-orang 'alim mereka, akan tetapi mereka menta'ati para pendeta dan orang-orang 'alim itu sedemikian rupa hingga hukum halal-haram bagi mereka adalah menurut aturan pendeta dan orang 'alim, bukan menurut Allâh. Inilah pengertian atau makna 'ibâdah yang sesungguhnya; yaitu : “Ta'at (patuh) dan merendahkan diri”, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dan para orang 'alim dan pendeta itu pun merasa senang dengan kondisi umat mereka seperti ini, sehingga tepatlah kalau mereka disebut “Thâghût”.

3. Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya
Yang dimaksud di sini adalah para pemimpin sekte, pemimpin spiritual dan para syaikh thariqat yang gemar menipu pengikutnya dengan mengaku-ngaku sebagai wali dsb. Dan pada umumnya, "Thâghût" dari jenis ini terdiri dari orang-orang yang tolol dan bodoh, tidak mengerti ilmu dan syari'at agama

4. Orang yang mengaku-ngaku mengetahui sesuatu dari ilmu ghaib.
Yang dimaksud di sini adalah para kahin (para normal), tukang ramal, ahli nujum, tukang sihir, santet, teluh dsb.

5. Orang yang memutuskan hukum dengan selain hukum Allâh (Al-Qur-ân)
Yang dimaksud di sini adalah para pemimpin negara, hakim, jaksa dan seluruh aparat penegak hukum, yang dalam memberikan keputusan hukum tidak berlandaskan "Kitâbullâh".

Demikian semoga bermanfa'at.

(diambil dari catatan ta'lim tafsir surat Al-Fatihah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar