28 Agustus 2009

Empat Tujuan atau Motivasi atau Aliran dalam beragama

Akhir2 ini memang banyak cara2 atau metode yang dibuat-buat untuk memahami Al-Quran atau juga untuk memahami Islam, sesuai dengan niat atau tujuan dari orang yang membuat cara2 tersebut.

Pertamakali yang perlu Anda ketahui, bahwa di dunia Islam ini ada 4 (empat) tujuan atau motivasi atau aliran dalam beragama.

Pertama, "mencari ketenangan". Dan biasanya orang2 yang mencari ketenangan dalam beragama akan mencari figur2 atau tokoh yang dianggapnya bisa membuat dirinya tenteram, tenang dan nyaman. Namun, bila ternyata tokoh idolanya melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kemauannya, ia pun segera mencela, menghujat, memaki-maki sang tokoh idola. Ini yang terjadi pada Aa Gym, ketika dia kawin lagi (poligami).

Kedua, "orang yang cari uang". Artinya agama buat dia adalah alat untuk mencari uang. Dan biasanya orang2 yang mencari uang dengan agama, berusaha menonjol-nonjolkan dirinya sebagi ustadz, kiyai, ahli pengobatan, ahli ruqyah atau apa saja yang bisa menarik orang lain menjadipengikut. Nah, biasanya antara golongan pertama yaitu para pencari ketenangan dan golongan kedua yaitu para pencari uang terjadi titik temu dan saling memanfaatkan (simbiosis mutualis), yang satu mencari figur agar bisa mendapat ketenangan; dan yang lain menjadikan dirinya figur supaya dapat pengikut dan uang.

Ketiga, "mencari pembenaran". Artinya agama dijadikan alat untuk membenarkan segala tindakannya. Contohnya para pelaku teror bom yang beralasan dengan ayat2 jihad, memerangi Amerika-lah, orang2 kafir-lah. Ketika dikatakan kepadanya bahwa akibat teror bom itu banyak orang2 Islam yang jadi korban, maka dengan enteng dia menjawab: “Siapa suruh mereka (orang2 Islam itu) ada disitu?”. Atau mereka dengan tenang berkata: “Kami tidak berniat membunuh orang2 Islam yang ada di situ, niat kami memerangi Amerika”. Mereka lupa bahwa di dalam ajaran Islam antara niat dan tindakan harus sejalan. Orang yang korupsi dengan niat shadaqah tidak diterima sebagaimana sabda Nabi saw. “La Yaqbalullahu Shadaqatan Min Ghulul” .Artinya: “Allah tidak akan menerima shadaqah dari — harta — korupsi”.

Syaikh ‘Utsaimin (rahimahullah) telah memberi peringatan cara beragama seperti ini, yaitu “mencari pembenaran”, beliau berkata: “Laa Ta’taqid Tsumma Tastadil, Fa Tadhill..” Artinya: “Janganlah engkau meyakini sesuatu lalu mencari-cari dalil — untuk membenarkannya –; karena cara2 semacam itu akan membuat-mu tersesat”.

Ke-empat, "mencari kebenaran". Yaitu orang2 yang selalu mencari kebenaran dengan cara selalu mengkaji ilmu agama. Dalam hal ini para ‘ulama telah menetapkan sebuah prinsip: “Fa ‘Alaika An Ta’rifal-Haqqa Bi Dalilih, La Bi Qa-ilih”. Artinya: “Wajib bagi-mu untuk mengetahui kebenaran berdasarkan dalilnya, bukan berdasarkan orang yang mengatakannya”.

Atau sebagaimana dikatakan oleh Syaikh ‘Utsaimin: ” Istadil Tsumma’Taqid”. Artinya: “Kaji dalilnya lalu yakini”. Dan dengan 4 (empat) patokan ini, rasanya tidak terlalu sulit bagi Anda untuk menetapkan setiap aliran berada di jalur yang mana: Cari tenang, cari uang, cari pembenaran atau cari kebenaran?

dari tanya jawab di situs www.asiisc.net

20 Agustus 2009

Tafsir Surah 94 ayat 5: “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”

Assalamu’alaikum wr.wb. Bang Debby, apa makna (tafsir) dari “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan - QS 94:5″. Kalau melihat terjemahannya kata “bersama” mengandung pengertian antara kesulitan dan kemudahan itu beriringan sementara selama ini menurut pemahaman umum, kemudahan itu datang setelah adanya kesulitan. Bagaimana mengenai hal ini..? Mohon penjelasan. Syukron. Wassalamu’alaikum wr.wb.Djoko Priambodo

Jawab
Wa’alaikum salam wr.wb. Sebetulnya makna ayat itu sangat dalam dan luar-biasa, dan mampu memberikan motivasi bagi siapa-saja yang memahaminya, apalagi ayat tersebut diulang 2X; Fa-inna ma’al-’usri yusran. Inna na’al-’usri yusran. Ahli Tafsir mengatakan, bahwa kata “Al-’usri” menggunakan Alif-lam ma’rifat, yaitu mengandung arti “satu kesulitan”, sedangkan kata ” Yusran” memakai isim nakirah; yaitu sesuatu yang tidak terbatas, yang berarti “beberapa kemudahan”. Jadi, arti ayat tersebut: “Maka sesungguhnya bersama satu kesulitan ada beberapa kemudahan”. Tegasnya, kemudahan itu lebih banyak dari kesulitan. Jadi, bukan setelah kesulitan ada kemudahan. Hanya saja, untuk merealisasikan hal itu kita harus melihat 2 ayat berikutnya; yaitu: “Fa idza faraghta Fanshab”, yang artinya: “Maka apabila engkau telah selesai — dari satu pekerjaan — maka tegaklah — untuk mengerjakan yang lain–”. Artinya, kita dituntut untuk mampu membuat “rencana padat karya”, tidak buang-buang waktu. Dan yang terakhir: “Wa Ila Rabbika Farghab”, yang artinya: ” Maka kepada Rabb-mu, hendaklah engkau merasa senang”. Sebagian Ahli Tafsir mengartikan ayat ini: “Hendaknya engkau selalu berharap kepada Rabb-mu”. Ini merupakan klimaks dari usaha yang terus menerus, yaitu berharap hasil usaha hanya kepada Allah dtsertai dengan sikap tawakal. Dan ada satu pelajaran berharga dari penjelasan ini semua, yaitu: Tawakal, pasrah kepada Allah hanya dilakukan setelah melaksanakan upaya yang sungguh2. (Wallahu A’lam)

11 Agustus 2009

Keadaan Para Malaikat Sebagai Makhluk Allah Yang Paling Perkasa, Dan Rasa Takut Mereka Ketika Turun Wahyu Dari Allah 'Azza Wa Jalla

Firman Allah 'azza wa jalla, (artinya):
"... Sehingga apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati para malaikat itu, mereka bertanya: "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(perkataan) yang benar." Dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Saba': 23)

Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda:
"Apabila Allah menetapkan perintah di atas langit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena patuh akan firman-Nya, seakan-akan firman (yang didengar) itu seperti gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata, hal itu memekakkan mereka (sehingga mereka jatuh pingsan karena ketakutan). Maka apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata: "Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Perkataan) yang benar. Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." Ketika itulah, (syaitan-syaitan) penyadap berita (wahyu) mendengarnya. Keadaan penyadap berita itu seperti ini: sebagian mereka di atas sebagian yang lain -digambarkan Sufyan (Sufyan bin 'Uyainah bin Maimun Al Hilali, salah seorang periwayat hadits ini) dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari-jemarinya- maka ketika penyadap berita (yang di atas) mendengar kalimat (firman) itu, disampaikanlah kepada yang dibawahnya, kemudian disampaikan lagi kepada yang dibawahnya, dan demikian seterusnya hingga disampaikan ke mulut tukang sihir atau tukang ramal. Akan tetapi kadang kala syaitan penyadap berita itu terkena syihab (meteor) sebelum sempat menyampaikan kalimat (firman) tersebut, dan kadang kala sudah sempat menyampaikannya sebelum terkena syihab; lalu dengan satu kalimat yang didengarnya itulah, tukang sihir atau tukang ramal melakukan seratus macam kebohongan. Mereka (yang mendatangi tukang sihir atau tukang ramal) mengatakan: "Bukankah dia telah memberitahu kita bahwa pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar)", sehingga dipercayalah tukang sihir atau tukang ramal tersebut karena satu kalimat yang telah didengar dari langit."

An-Nawwas bin Sim'an menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Apabila Allah hendak mewahyukan perintah-Nya, maka Dia firmankan wahyu itu, dan langit-langit bergetar dengan keras karena rasa takut kepada Allah 'Azza wa Jalla. Lalu, apabila para malaikat penghuni langit mendengar firman tersebut, pingsanlah mereka dan bersimpuh sujud kepada Allah. Maka malaikat yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah Jibril, dan ketika itu Allah firmankan kepadanya apa yang Dia kehendaki dari wahyu-Nya. Kemudian Jibril melewati para malaikat, setiap dia melalui satu langit ditanyai oleh malaikat penghuninya: "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kita, wahai Jibril?" Jibril menjawab: "Dia firmankan yang benar. Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." Dan seluruh malaikat pun mengucapkan seperti yang diucapkan Jibril itu. Demikianlah sehingga Jibril menyampaikan wahyu tersebut sesuai yang telah diperintahkan Allah 'Azza wa Jalla kepadanya. (HR Ibnu Abi 'Ashim dalam As-Sunnah; dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma' wa As-Shifat)

Kajian : "Dosa-Dosa Penghalang Rezeki"

Assalamualaikum Warohamatullahi Wabarokatuh

InsyaAllah tanggal 15 Agustus 2009 akan mengadakan acara Kajian Islam dengan judul:

"Dosa-Dosa Penghalang Rezeki"
Bersama Ustadz Zainal Abidin Syamsudin, Lc.
(Penulis Buku "Ya Allah, Ampuni Aku")

Tempat : Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta, Ruang Aula Sakinah
Waktu : Sabtu, 15 Agustus 2009
Pukul : 09:00-12:00 WIB

Penyelenggara : PengusahaMuslim.co
Biaya : Gratis, Pria dan Wanita

Informasi :
Dwi: 0816.1166.005
Fitri: 0813.1404.4911
Amin: 0813.3240.20224

Silahkan sebarkan informasi ini di milis2 lain dan di blog antum semua,
semoga menjadi amal jariah.
Jazakallahu Khairan

Wassalamualaikum