31 Juli 2009

Berani Meninggalkan Sholat?

Jawaban dari sebuah pertanyaan tentang hukum meninggalkan shalat :

Shalat adalah tiang agama sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat (yang artinya): “Shalat itu tiang agama, siapa yang menjaga shalatnya, maka ia menjaga agamanya, dan siapa yang menyia-nyiakan shalatnya, maka ia menyia-nyiakan agamanya”. Demikian juga dalam sebuah hadits yang lain Nabi saw. bersabda (yang artinya): “(‘amal) Yang pertama-kali dihisab pada hari Qiyamat adalah shalat.

Jika shalatnya baik, maka seluruh ‘amal pun menjadi baik. Sebaliknya jika shalatnya buruk, maka seluruh ‘amal menjadi buruk” (H.R. An-Nasa-i). Jika seorang yang shalatnya buruk – padahal ia masih shalat — , mengakibatkan semua ‘amal yang lain menjadi buruk pada hari Qiyamat nanti, apalagi orang yang meninggalkan shalat sama-sekali, bagaimana nasibnya?

Dalam sebuah hadits Nabi saw besabda (yang artinya): “Siapa-saja yang meninggalkan shalat, maka sunggguh ia telah kufur”. Para ’ulama berbeda pendapat tentang hukum ”kufur” dalam hadits ini. Sebagian mereka mengatakan bahwa ”kufur” dalam hadits ini menegaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia telah menjadi ”kafir”. Sebagian yang lain berpendapat, bila ia meninggalkan shalat dengan sengaja atau karena malas, akan tetapi ia mengakui bahwa shalat itu adalah kewajiban, maka ia belum menjadi kafir, namun perbuatannya itu adalah dosa besar. (Wallahu A’lam).

Masih beranikah meninggalkan shalat.....????
Djoko Priambodo

21 Juli 2009

Tiada Seorangpun Yang Berhak Disembah Selain Allah

Firman Allah 'azza wa jalla, (artinya):
"Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berha]a itu tidak dapat memberi pertolongan." (Al-A'raf: 191-192)

"... Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah swt tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (Fathir: 13-14)

Diriwayatkan dalam Shahih (Al-Bukhari dan Muslim) dari Anas ra, katanya:
"Pada waktu peperangan Uhud, Nabi saw terluka di bagian kepala dan gigi taringnya. Maka beliau bersabda: "Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang melukai Nabi mereka?"
Lalu turun ayat: "Tak ada apa-apa bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka itu. (Ali Imran: 128)."

Dan diriwayatkan dalam Shahih (Al-Bukhari), dari Ibnu 'Umar ma bahwa ia mendengar Rasulullah saw (setelah terluka di bagian kepala dan gigi taringnya sewaktu perang Uhud) berdoa tatkala mengangkat kepalanya dari ruku' pada rakaat terakhir dalam shalat Shubuh:
"Ya Allah! Laknatilah si fulan dan si fulan", yaitu seusai beliau mengucapkan: Sami'allahu liman hamidah, rabbana wa lakal hamd."
Sesudah itu Allah pun menurunkan firman-Nya:
"Tak ada hak apapun bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka itu." (Ali Imran: 128)

Dan menurut riwayat lain: "Beliau mendoakan semoga Shafwan bin Umayyah, Suhail bin 'Amr dan Al-Harits bin Hisyam dijauhkan dari rahmat Allah".
"Tak ada hak apapun bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka itu." (Ali Imran: 128)

Diriwayatkan pula dalam Shahih Al-Bukhari, dari Abu Hurairah , ia berkata: "Ketika diturunkan kepada Rasulullah saw ayat:
"Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat." (Asy-Syu'ara': 214)
berdirilah beliau dan bersabda:
"Wahai segenap kaum Quraisy, tebuslah diri kamu sekalian (dari siksa Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya). Sedikitpun aku tak berguna bagi dirimu di hadapan Allah. Wahai 'Abbas bin 'Abdul Muthallib! Sedikitpun aku tak berguna bagi dirimu di hadapan Allah. Wahai Shafiyah bibi Rasulullah ! Sedikitpun aku tak berguna bagi dirimu di hadapan Allah. Dan Wahai Fathimah puteri Muhammad! Mintalah kepadaku apa yang kamu inginkan dari hartaku. Sedikitpun aku tak berguna bagi dirimu di hadapan Allah."

Kandungan tulisan ini:
1. Tafsiran kedua ayat tersebut di atas. Kedua ayat tersebut menunjukkan kebatilan syirik mulai dari dasarnya, karena makhluk yang lemah ini, yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, tak dapat dijadikan sebagai sandaran sama sekali; dan menunjukkan pula bahwa Allah-lah yang berhak dengan segala macam ibadah yang dilakukan manusia.
2. Kisah perang Uhud.
3. Rasulullah, Pemimpin para rasul, dalam shalat Shubuh telah melakukan qunut sedang para sahabat yang berada di belakang beliau mengucapkan "amin".
4. Orang-orang yang beliau doakan semoga Allah menjauhkan mereka dari rahmat-Nya adalah orang-orang kafir.
5. Orang-orang kafir itu telah berbuat hal-hal yang tidak dilakukan oleh kebanyakan orang kafir, antara lain: melukai nabi dan berambisi sekali untuk membunuh beliau serta mereka merusak tubuh para korban yang terbunuh, padahal korban-korban tersebut adalah sanak famili mereka sendiri.
6. Tentang perbuatan mereka itu, Allah telah menurunkan firman-Nya kepada beliau: "Tak ada hak apapun bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka itu."
7. Allah berfirman: "Atau Allah menerima taubat mereka, atau menyiksa mereka." (Al-Imran: 128)
8. Melakukan qunut nazilah, yaitu qunut yang dilakukan ketika berada dalam keadaan mara bahaya.
9. Menyebutkan nama-nama beserta nama-nama orang tua mereka yang didoakan terlaknat di dalam shalat, tidak membatalkan shalat.
10. Boleh melaknat terhadap orang kafir tertentu dalam qunut.
11. Kisah Rasulullah tatkala diturunkan kepada beliau ayat: "Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat."
12. Kesungguhan Rasulullah dalam hal ini, sehingga beliau melakukan sesuatu yang menyebabkan dirinya dituduh gila; demikian halnya apabila dilakukan oleh seorang muslim pada masa sekarang ini.
13. Rasulullah memperingatkan keluarga yang paling jauh kemudian yang terdekat, dengan bersabda: "Sedikit pun aku tak berguna bagi dirimu di hadapan Allah", sampai beliau bersabda kepada puterinya sendiri: "Wahai Fathimah puteri Muhammad, sedikitpun aku tak berguna bagi dirimu di hadapan Allah."
Apabila beliau telah memaklumatkan secara terang-terangan, padahal beliau adalah Pemimpin para rasul, bahwa beliau sedikitpun tak berguna bagi diri puterinya sendiri, wanita termulia sealam ini; dan orangpun mengimani bahwa beliau tidak mengatakan kecuali yang haq, kemudian dia memperhatikan apa yang terjadi pada diri kaum khawash (yaitu orang-orang yang ditokohkan dalam masalah agama dan merasa bahwa dirinya patut diikuti, disegani dan diminta berkah doanya dewasa ini) akan tampak baginya bahwa tauhid sudah ditinggalkan dan tuntunan agama menjadi asing.