26 Februari 2020

Sirah nabi bag 66: Tempat Rasulullah ﷺ Menginap


اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد

Tempat Rasulullah ﷺ Menginap

Semua keluarga di Yatsrib berebut menawarkan diri menjadi tuan rumah kepada Rasulullah ﷺ. Semuanya ingin agar Rasulullah ﷺ bersedia tinggal di lingkungan mereka. Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa jika ia menentukan pilihan, keluarga yang tidak terpilih akan malu dan kecewa. Karena itu, beliau memasrahkan pilihan itu kepada Allah ﷻ. Dengan halus, beliau berkata kepada semua kepala keluarga,

“Biarkanlah untaku ini berjalan karena ia diperintah oleh Allah dan akan berhenti ditempat yang Allah kehendaki.”

Kaum Muslimin mengikuti Al Qushwa yang berjalan perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua orang anak yatim, unta Rasulullah ﷺ itu berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir. Rasulullah ﷺ mengajak Al Qushwa berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula dan merebahkan perutnya lagi ke pasir.

“Inilah tempat kediamanku, in syaa Allah,” demikian sabda Rasulullah ﷺ. Kemudian, beliau berdoa empat kali,

“Ya Allah, semoga Engkau menempatkan aku di tempat kediaman yang diberkahi dan Engkaulah sebaik-baik yang memberi tempat kediaman.”

Rasulullah ﷺ membeli tanah dari kedua anak yatim tersebut.

Rasulullah ﷺ turun dan bertanya,

“Di mana rumah saudaraku yang paling dekat dari sini?”

Dengan penuh gembira,

“Abu Ayyub segera menjawab, “Saya, ya Rasulullah! Itu rumah saya!”

Rasulullah ﷺ tersenyum dan berkata,

“Baiklah Abu Ayyub, jika Anda berkenan, aku akan tinggal di rumah Anda untuk sementara waktu. Silahkan sediakan tempat untukku.”

Abu Ayyub tergopoh-gopoh memasuki rumahnya karena begitu gembira. Disiapkannya tempat untuk Rasulullah ﷺ serapi mumgkin. Kemudian, ia kembali menghadap Rasulullah ﷺ dan berkata,

“Ya Rasulullah, sungguh saya sudah menyediakan tempat beristirahat bagi Tuan. Dengan berkah Allah, silahkan berdiri dan masuk ke dalam.”

Gentong Pecah

Rasulullah ﷺ tinggal di rumah Abu Ayyub. Abu Ayyub ingin Rasulullah ﷺ tinggal di lantai atas, tetapi Rasul ﷺ menolak. Suatu ketika gentong Abu Ayyub pecah dan airnya tumpah. Abu Ayyub dan istrinya segera menggunakan selimut satu-satunya untuk menyerap air agar tidak menetes ke tempat tinggal Rasulullah ﷺ. Setelah itu, Abu Ayyub mendesak Rasulullah ﷺ agar tinggal di atas. Akhirnya Rasulullah ﷺ pun bersedia tinggal di atas.

Mendirikan Masjid

Tujuh bulan lamanya, Rasulullah ﷺ dan keluarganya tinggal di rumah Abu Ayyub. Selama itu, Abu Ayyub, Sa’ad bin Ubadah, As’ad bin Zurarah, dan yang lainya mengirim makanan untuk keluarga Rasulullah ﷺ secukup-cukupnya. Setiap pagi dan petang, Ummu Ayyub memasak makanan dan tidak mereka makan sebelum terlebih dahulu mereka sajikan kepada Rasulullah ﷺ dan keluarganya. Demikianlah budi Abu Ayyub dan keluarganya kepada Rasulullah ﷺ.

Rasulullah ﷺ tinggal di rumah Abu Ayyub sampai beliau mendirikan masjid dan rumah sendiri. Ketika akan mendirikan masjid, Rasulullah ﷺ memgumpulkan Bani Najjar yang menjadi pemilik tanah ditempat itu.

“Wahai Bani Najjar,” demikian sabda Rasulullah ﷺ,

“hendaklah kalian tawarkan harga kebun-kebun ini kepadaku karena aku akan membelinya.”

“Ya Rasulullah, kami tidak akan menghargai kebun-kebun itu karena mengharap ridha Allah saja.”

Namun, Rasulullah ﷺ tetap meminta mereka memberikan harga walaupun
rendah. Akhirnya, Abu Bakar membayar harganya sebesar sepuluh dinar.

Setelah itu, bersama para sahabat, Rasulullah ﷺ membenahi tanah itu, membersihkan pohon, dan membongkar serta memindahkan kuburan yang sudah rusak. Setelah itu barulah mendirikan masjid.

Rasulullah ﷺ meletakkan batu pertama, lalu beliau meminta Abu Bakar meletakkan batu selanjutnya, kemudian beliau menyuruh Umar bin Khattab, setelah itu Utsman bin Affan, dan terakhir Ali bin Abu Thalib. Beliau bersabda,

“Mereka itulah khalifah-khalifah setelah aku.”

Setelah itu, semua orang bekerja keras dengan gembira dan penuh semangat. Sambil bekerja, Rasulullah ﷺ bersyair,

“Ya Allah sesungguhnya pahala itu pahala akhirat,
maka kasihilah sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin.”

Para sahabat menjawab syair Rasulullah ﷺ,

“Jika kami duduk termenung, padahal Nabi bekerja,
yang demikian itu sungguh perbuatan yang tidak pantas.”

Batu diangkat, diletakkan, disusun, dan disisipkan sampai akhirnya masjid pun selesai. Pagarnya dari batu dan tanah, tiangnya dari batang-batang kurma, atapnya pelepah kurma. Kiblatnya menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika itu, Ka’bah belum menjadi kiblat.
Di sisi masjid, didirikan dua buah kamar untuk tempat tinggal Rasulullah ﷺ dan keluarganya. Sungguh, sebuah masjid sederhana yang penuh berkah.

Warna Masjid

Umar bin Khattab pernah berkata tentang bagaimana sebuah masjid dibangun. Kata beliau,

“Lindungilah orang-orang dari tampias hujan. Janganlah kalian mewarnai (dinding masjid) dengan warna merah atau kuning sehingga dapat menimbulkan fitnah.”

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar