19 Juli 2025

“Kesabaran adalah bahan baku tersehat bagi hidup kita.” - Umar bin Al-Khattab ra

 

Ilmu kedokteran modern menyetujui: kesabaran bukan sekadar nilai moral, tapi terapi alami yang berdampak nyata pada kesehatan. Dr. Esther Sternberg, ahli neuroimunologi, menemukan bahwa stres kronis meningkatkan hormon kortisol yang melemahkan sistem imun. Sebaliknya, sikap sabar menenangkan respons tubuh, menjaga keseimbangan saraf dan daya tahan tubuh. Hasil riset membuktikan: orang yang sabar cenderung lebih sehat, lebih bahagia, dan berumur lebih panjang.


Rasulullah ﷺ bersabda:


“Barangsiapa yang berusaha untuk bersabar, Allah akan anugerahkan kesabaran. Dan tak ada pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”

(HR. at-Tirmidzi: 1947)


Ibnul Qayyim rahimahullah menulis dalam Zad al-Ma’ad:


“Sabar adalah obat terbesar bagi hati dan tubuh. Ia memperkuat tabiat alami, menolak bahaya, dan mencegah penyakit menguasainya.”


Sabar bukan kelemahan. Ia justru perisai paling sehat untuk jiwa dan raga. Maka rawatlah kesabaran—karena di situlah terletak kekuatan sejati.

18 Juli 2025

“Tenangkanlah pikiranmu, maka jiwamu kan berbicara.”


Hiruk-pikuk dunia sering kali membuat pikiran gaduh oleh kekhawatiran, penyesalan, dan prasangka. Namun, di sunyinya malam, saat dunia terlelap, shalat malam menjadi ruang suci untuk mendiamkan kegaduhan itu. Takbir membuka dialog batin, ayat-ayat Al-Qur’an menenangkan syaraf, sujud meruntuhkan ego, dan salam menjadi pertanda: kita siap menyambut pagi dengan hati yang lebih ringan.


“Sesungguhnya bangun malam adalah waktu yang paling tepat untuk khusyuk, dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”

(QS. Al-Muzzammil: 6)


Syaikh Nuh Ha Mim Keller, ulama tasawuf kontemporer, berkata:


“Qiyamullail adalah latihan kontemplasi. Saat dunia ditinggalkan melalui thaharah, takbir, dan tilawah, jiwa mulai ‘berbicara’ dalam bahasa keikhlasan—yang hanya dimengerti oleh Sang Kekasih (Allah).”


Maka jangan sia-siakan malam. Barangkali, heningnya adalah saat terbaik untuk bertemu dengan jati diri dan Pencipta kita.

11 Mei 2020

Mentafsir dan Mentadabbur A Qur'an

( Debby Nasution, Rahimahullaah )

Nabi saw bersabda:
‎أَبْشِرُوْا فَإِنَّ هَذَا الْقُرْأنَ طَرْفُهُ بِيَدِ اللَّهِ وَ طَرْفُهُ بِأَيْدِكُمْ. فَتَمَسَّكُ بِهِ فَإِنَّكُمْ لَنْ تَهْلِكُ وَ نْتَضِلُّ بَعْدَهُ أَبَدًا
"Absyirû Fa Inna Hadzal-Qur-ana Tharfuhu Biyadillâhi Wa Tharfuhu Bi Aidikum. FaTamassaku Bihi Fa Innakum Lan Tahliku Wan Tadhillu Ba'dahu Abadan".
Artinya :
”Bergembiralah kalian, karena Al-Qur’-ân ini ujungnya di tangan Allâh, dan ujung yang satu di tangan kalian. Berpegang teguhlah dengan-nya, karena kalian tidak akan binasa dan tidak akan sesat setelah berpegang teguh dengan-nya”.
(HR Thabrâni)

Ada 3 kesimpulan penting dari hadits yang luar-biasa ini :
1. Perintah untuk bergembira dengan Al-Qur’-ân, karena ia merupakan satu-satunya tali penghubung dengan Allâh.
2. Perintah untuk berpegang teguh dengan-nya (Al-Qur’-ân), bagaimana caranya ? Insya Allâh akan kita bahas.
3. Jaminan dari Nabi saw, bahwa siapa-pun yang berpegang teguh dengan Al-Qur’-ân tidak akan binasa dan tidak akan tersesat selamanya.

Perintah untuk bergembira dengan Al-Qur’-ân menunjukkan bahwa Al-Qur’-ân merupakan anugerah Allâh yang luar-biasa bagi manusia, sebagaimana disebutkan dalam surah Yunus (10) ayat 57 :
‎يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
”Ya Ayyuhan-Nâsu Qad Jâ-at Kum Mau'izhatun Min Rabbikum Wa Syifâ-un Limâ Fish-Shudûr Wa Hudan Wa Rahmatun Lil-Mu'minîn”.
Artinya :
”Wahai manusia, sungguh telah datang pelajaran (Al-Qur’-ân) dari Rabb kalian, dan obat bagi apa saja (penyakit) di dalam hati, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang mu'min”.

Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur’-ân adalah : Pelajaran yang sangat berharga yang datang dari Allâh dan amat dibutuhkan oleh manusia, dan juga obat mujarab bagi seluruh penyakit batin, serta pedoman hidup dan rahmat Allâh bagi orang-orang mu'min.

Pada Surat Yunus (10) ayat 58 Allâh berfirman :
‎قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
”Qul Bi Fadhlillâhi Wa Bi Rahmatihi Fa Bidzâlika Fal-Yafrahû, Huwa Khairun Mimmâ Yajma'ûn”. Qul Bi Fadhlillâhi Wa Bi Rahmatihi Fa Bidzâlika Fal-Yafrahû, Huwa Khairun Mimmâ Yajma'ûn”.
Artinya :
"Katakanlah (Muhamad) : Dengan karunia Allâh dan rahmat-Nya (yaitu Al-Qur’-ân), hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu (yaitu Al-Qur’-ân) lebih baik dari apa saja (harta) yang mereka kumpulkan”.

Sehubungan dengan inilah Nabi saw bersabda :
أَلْقُرْأَنُ غِنًا وَ لاَ غِنًا دُوْنَهُ وَ لاَ فَقْرًا بَعْدَهُ
”Al-Qur’-ânu Ghinan Wa La Ghinan Dunahu Wa La Faqra Ba'dahu”.
Artinya :
"Al-Qur’-ân itu adalah kekayaan, tidak ada kekayaan selain Al-Qur’-ân dan tidak ada kefaqiran setelahnya”.
(HR Thabrâni).

Hadits ini menegaskan bahwa tidak ada kekayaan yang bisa menandingi Al-Qur’-ân dan bagi orang yang telah memiliki pemahaman Al-Qur’-ân tidak akan tertekan oleh kebutuhan lain.


Berpegang Teguh Pada Al-Qurân

(Bagaimana Maksudnya.?)

Nabi saw memerintahkan untuk berpegang teguh dengan Al-Qur’-ân dalam sabdanya :
فَتَمَسَّكُ بِهِ
”Fa Tamassaku Bihi”.
Artinya :
"Maka berpegang teguhlah kalian dengan-nya (Al-Qur’-ân)”.

Bagaimana caranya ? Menurut para ulama, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi untuk berpegang teguh dengan Al-Qur’-ân :

Pertama : Tafsir.
Makna Tafsir ialah: Menyingkap(Al-Kasyfu), Keterangan yang jelas (Al-Bayanu), Penjelasan (Al-Idhahu) dan Informasi yang luas (Asy-Syarhu).

Sa'id bin Jubair (seorang ulama terkemuka dari kalangan tabi’în) pernah berkata :
مَنْ قَرَأَ الْقُرْأَنَ ثُمَّ لَمْ يُفَسِّرْهُ فَ هُوَ كَلْأَعْمَ أَوْ كَلْأَءْرَبِ
”Man Qara-al-Qur’-âna Tsumma Lam Yufassirhu Kal-A'ma aw Kal-A'rabiy”.
Artinya :
”Siapa-saja yang membaca Al-Qur’-ân namun ia tidak menafsirkannya, maka ia seperti orang buta atau orang pedalaman (badui)”

Makna Tafsir ialah :
1. Al-Kasyfu (Menyingkap)
2. Al-Bayanu (Keterangan yang jelas)
3. Al-Idhahu (Penjelasan yang mendalam)
4. Asy-Syarhu (Penjelasan yang luas).

Adapun dasar ilmu tafsir ialah :
- Penafsiran ayat dengan bahasa (yaitu bahasa 'Arab),
- Penafsiran ayat dengan sunnah (hadits yang shahih),
- Penafsiran ayat dengan ayat, dan
- Penafsiran ayat berdasarkan asbabun-nuzul (sejarah atau historis turunnya ayat).

Jadi hanya dengan Tafsir atau mempelajari tafsir Al-Qur’-ân kita dapat memahami kandungan Al-Qur’-ân. Dan ini merupakan langkah awal untuk berpegang teguh dengan Al-Qur’-ân.

Adapun langkah berikutnya adalah "Tadabbur" yang arti singkatnya : "Menghayati", dan Insyâ Allâh akan kita bahas secara rinci.

Adapun makna Tadabbur Al-Qur’-ân menurut para 'ulama ialah :

تَفَهُّمُ مَعْنَ أَلْفَزِهِ وَ تَفَكُّرُ فِي مَا تَدُلُّ عَلَيْهِ مِنَ الإِشَرَةِ وَ التَّنْبِهَتْ
”Tafahhumu Ma'na Alfazhihi Wa Tafakkuru Fi Ma Tadullu 'Alaihi Minal-Isyarat Wat-Tanbihat”.
Artinya :
”Memahami makna kata demi kata/lafazh-lafazh dari ayat-ayatnya dan merenungkan apa saja yang ditunjukkan olehnya (ayat), baik berupa isyarat maupun peringatan”.

Inilah tahap kedua dalam pelaksanaan berpegang teguh dengan Al-Qur’-ân.

sumber: WAG ASA

06 Mei 2020

Kajian RAMADHAN: Tingkatan Shaum

Kajian RAMADHAN
(Debby Nasution)

"Laisash-shiyâmu minal akli wasy-syarabi,Innamash-shiyâmu Minal-laghwi war-rafatsi"
Artinya ;"Shiyam (puasa) itu bukan -- sekedar menahan -- makan dan minum ; tetapi Shiyam adalah menahan -- diri -- dari perbuatan (kelakuan) yang sia-sia dan ucapan kotor (H.R. Al-Hakim dan Al-Baihaqî).

Inilah makna hakiki dari Shiyam yang sangat sesuai dengan maknanya secara etimologi.

Dari makna yang hakiki inilah para 'Ulama membagi Shiyam -- pada tatanan aplikasinya -- menjadi 3 (tiga) tingkatan.

1. Tingkat pertama ;
Shaumul - Awwâm .
Artinya : shaumnya orang awam ;
yang pelaksanaan shaumnya hanya dilandasi oleh pengertian sekedar menahan makan & minum.
Artinya, mereka memahami makna shaum adalah (cukup) sekedar  menahan lapar & haus.
Sebuah pemahaman yang sangat dangkal sekali.

Imam Al-Ghazali mengatakan inilah Shaum yang tidak memberikan hasil, tidak ada peningkatan Iman dan Taqwa Bagi pelakunya, sebagaimana Sabda Nabi Shallallâhu 'alayhi wa sallam: " Kam Min Shâim, wa Laisa lahu illal-'Athasy wal-juu' "
Artinya ; " Banyak orang yang melakukan Shaum, tapi tidak ada hasil apa2  kecuali -- hanya -- haus dan lapar saja".
Inilah Shaumul-'Awwaam. 

2. Tingkat kedua :
صوم الخواص
Shaumul-Khawaash
artinya: Puasa orang2 yang istimewa, yaitu puasa yang dilaksanakan dengan pengertian menahan diri dari makan dan minum dan dibarengi dengan melakukan kontrol yg ketat terhadap omongan dan kelakuan agar tdk terjerumus kepada omongan dan kelakuan yg diharamkan oleh agama.

Puasa pada tingkatan inilah yang dapat mencapai target, yaitu: Taqwa.

3. Tingkat ketiga :
صوم الخواص الخواص
Shaumul-Khawaashil-Khawaash , artinya : Puasa nya orang2 yang sangat istimewa, yaitu puasa yang  tidak terbatas pada menahan lapar dan haus serta melakukan kontrol ketat terhadap omongan dan kelakuan, tapi masih ditambah lagi dengan menahan hati untuk tetap berdzikir kepada Allâh, tidak memberi ruang bagi masalah2 dunia.
Inilah puncak tertinggi dalam pelaksanaan Shaum..

01 Mei 2020

Sirah Nabi Bag 160: Rasulullah ﷺ Nabi Terakhir


اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد

Rasulullah ﷺ Nabi Terakhir

Apa yang dibawa oleh Nabi 'Isa adalah membenarkan dan menegaskan apa yang tedapat pada Taurat mengenai soal aqidah dan kepercayaan, dan yang bersangkut paut dengan hukum ada sedikit perubahan yaitu kelonggaran dari yang dahulu.

Kepercayaan dan aqidah yang dibawa oleh seorang Nabi berfungsi menguatkan dan mendukung aqidah para nabi yang terdahulu.
Sedangkan syari'at fungsinya membatalkan dan mengganti syari'at para nabi sebelumnya dan kadang kalanya mendukung yang lama.
Karenanya agama dan aqidah Ilahi hanya satu, sebaliknya ada berbagai syari'at Ilahi yang kemudian menggantikan syari'at yang dahulu (yang baru membatalkan yang lama), dengan syari'at terakhir yang diakhiri oleh Nabi yang terakhir.

'Aqidah dan agama yang benar itu hanya satu. Tiap Nabi dan Rasul yang diutus mulai dari Adam عليه السلم hingga ke Nabi Muhammad ﷺ semuanya menyeru manusia kepada agama yang satu yaitu agama Islam.
Karena Islam, maka diutus Ibrahim, Isma'il dan Ya'qub عليه السلم seperti firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى :

وَ مَنۡ یَّرۡغَبُ عَنۡ مِّلَّۃِ اِبۡرٰہٖمَ اِلَّا مَنۡ سَفِہَ نَفۡسَہٗ ؕ وَ لَقَدِ اصۡطَفَیۡنٰہُ فِی الدُّنۡیَا ۚ وَ اِنَّہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ لَمِنَ الصّٰلِحِیۡنَ

"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh."
{Al-Baqarah (البقرة) / 2:130}

اِذۡ قَالَ لَہٗ رَبُّہٗۤ اَسۡلِمۡ ۙ قَالَ اَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ

"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
{Al-Baqarah (البقرة) / 2:131}

وَ وَصّٰی بِہَاۤ اِبۡرٰہٖمُ بَنِیۡہِ وَ یَعۡقُوۡبُ ؕ یٰبَنِیَّ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰی لَکُمُ الدِّیۡنَ فَلَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ؕ

"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".
{Al-Baqarah (البقرة) / 2:132}

Dengan aqidah inilah juga Allah ﷻ mengutus Nabi Musa kepada keturunan Israel di mana Allah ﷻ telah menceritakan tentang ahli sihir Fir'aun yang telah beriman dengan Nabi Musa.

Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى :

قَالُوۡۤا اِنَّاۤ اِلٰی رَبِّنَا مُنۡقَلِبُوۡنَ ۚ

"Ahli-ahli sihir itu menjawab: "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali."
{Al-A'raf (الأعراف) / 7:125}

وَ مَا تَنۡقِمُ مِنَّاۤ اِلَّاۤ اَنۡ اٰمَنَّا بِاٰیٰتِ رَبِّنَا لَمَّا جَآءَتۡنَا ؕ رَبَّنَاۤ اَفۡرِغۡ عَلَیۡنَا صَبۡرًا وَّ تَوَفَّنَا مُسۡلِمِیۡنَ ٪

"Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan Islam (kepada-Mu)".
{Al-A'raf (الأعراف) / 7:126}

Dengan aqidah ini jugalah Tuhan mengutus 'Isa 'Alaihi sallam, Tuhan telah menceritakan tentang kaumnya yang telah beriman dengan ajaran yang dibawanya.

Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى :

فَلَمَّاۤ اَحَسَّ عِیۡسٰی مِنۡہُمُ الۡکُفۡرَ قَالَ مَنۡ اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰهِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ اللّٰهِ ۚ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ ۚ وَ اشۡہَدۡ بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ

"Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim."
{Ali 'Imran (آل عمران) / 3:52}

اِنَّ الدِّیۡنَ عِنۡدَ اللّٰہِ الۡاِسۡلَامُ ۟ وَ مَا اخۡتَلَفَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡیًۢا بَیۡنَہُمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّکۡفُرۡ بِاٰیٰتِ اللّٰہِ فَاِنَّ اللّٰہَ سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ

"Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya."
{Ali 'Imran (آل عمران) / 3:19}

Dan tegas Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى  dalam surah Syura :

شَرَعَ لَکُمۡ مِّنَ الدِّیۡنِ مَا وَصّٰی بِہٖ نُوۡحًا وَّ الَّذِیۡۤ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ

"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu"
{Asy-Syura (الشورى) / 42:13}

وَ مَا تَفَرَّقُوۡۤا اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡیًۢا بَیۡنَہُمۡ ؕ وَ لَوۡ لَا کَلِمَۃٌ سَبَقَتۡ مِنۡ رَّبِّکَ اِلٰۤی اَجَلٍ مُّسَمًّی لَّقُضِیَ بَیۡنَہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡرِثُوا الۡکِتٰبَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ لَفِیۡ شَکٍّ مِّنۡہُ مُرِیۡبٍ

"Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu."
{Asy-Syura (الشورى) / 42:14}

Para nabi diutus bersama-sama mereka yang Islam, agama yang diakui oleh Allah. Ahli Kitab mengetahui bahwa agama itu satu dan diutus nabi-nabi untuk  memberi dukungan kepada nabi-nabi yang terdahulu.

         Bersambung.

Sirah Nabi Bag 159: Kafan dan Persemayaman Tubuh Mulia ke Pembaringan Terakhir


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد


Kafan dan Persemayaman Tubuh Mulia ke Pembaringan Terakhir

Telah timbul selisih pendapat di antara para sahabat sebelum mengafani, mengenai siapa yang akan ditunjuk menjadi khalifah. Pembahasan dan perdebatan terjadi di antara kaum Muhajirin dan Anshor di halaman rumah Bani Sa'adah, yang akhirnya mereka semua setuju melantik Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah. Pembahasan dan perdebatan ini memakan waktu hingga petang di hari Senin, bahkan sampai masuk ke malam berikutnya, menyebabkan semua orang sibuk.
Pemakaman tubuh Rasulullah tertunda hingga ke malam Selasa bahkan hingga menjelang subuh hari berikut,  tubuh Rasulullah yang penuh berkah itu terletak di tempat tidurnya, tertutup dengan kain menyebabkan ahli keluarga Rasulullah menutup pintu rumahnya.
Pada hari Selasa barulah tubuh Rasulullah ﷺ dimandikan, tanpa membuka bajunya, mereka yang bertugas memandikan Rasulullah adalah Abbas, Ali, Fadhl dan Qatham (anak Abbas), Syaqran (hamba Rasulullah), Usamah bin Zaid dan Aus bin Khawli.

Abbas, Fadhl dan Qatham membalikkan badan Rasulullah, Usamah dan Syaqran menyiramkan air, Ali menggosoknya sedang Aus menyandarkan Rasulullah ke dadanya.
Kemudian mereka semua mengafani tubuh Rasulullah ﷺ dengan tiga lapis kain kafan berwarna putih tenunan dari Yaman, tidak berbaju atau berserban. Pengafanannya dilakukan dengan cermat dan hemat.

Terjadi perbedaan pendapat lagi mengenai tempat pemakaman jenazah Rasulullah ﷺ.
Abu Bakar berdiri dan berkata: "Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah ﷺ pernah berkata: Tidak dimatikan - nabi kecuali di tempat itulah ia disemayamkan".
Karena itu maka Abu Talhah pun mengangkat tempat tidur Rasulullah ﷺ dan menggalinya untuk liang lahad sebagai tempat penguburan.
Sebelum penggalian, kaum muslimin datang masuk membanjiri ke kamar Rasulullah ﷺ dengan bergantian sepuluh, sepuluh, untuk menunaikan sholat jenazah, masing-masing tanpa imam. Sebelumnya, keluarga Rasulullah telah menyolati almarhum, kemudian Muhajirin lalu diikuti oleh Anshor.

Kaum wanita sholat setelah kaum lelaki selesai, dan diakhiri oleh remaja dan anak-anak.
Kesemuanya ini diselenggarakan pada hari selasa sehari penuh, bahkan hingga ke malam Rabu.
Kata Aisyah: "Kami tidak menyadari akan pemakamannya, kecuali setelah kami mendengar suara cangkul menggali tanah di tengah malam yakni malam Rabu.


Muhammad ﷺ Nabi Yang Terakhir

Nabi Muhammad ﷺ adalah Nabi yang ter-akhir dan tidak akan ada Nabi setelahnya. Ini adalah kesepakatanumat Islam (ijma'). Di dalam agama pun merupakan hal harus dipercayai ('Aqidah).
Hadits Nabi:

"Aku dan Para nabi sebelumku 'ibarat satu bangunan yang dibangun oleh seorang laki-laki. Lalu ia memeliharanya dengan baik dan terus disempurnakan kecuali tempat sekeping batu-bata pada suatu sudut. Maka orang banyak datang mengelilinginya dan kagum melihat dan berkata mengapa tidak diletakkan sepotong batu-bata di tempat yang kosong itu, maka akulah batu-bata itu dan akulah yang paling akhir dari segala Nabi".

Ada kesinambungan dakwah Nabi Muhammad ﷺ dengan dakwah para Para nabi sebelumnya, Muhammad sebagai nabi terakhir melengkapi dakwah yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya, sebagaimana Hadits di atas. Ini jelas sekali bila melihat dakwah para nabi.

Semua Para nabi menyandarkan dua asas penting ini:
1. 'Aqidah kepercayaan.
2. Hukum dan akhlaq.

Dari segi aqidah kepercayaan tidak berubah sejak Nabi Adam 'Alaihi Sallam sampai ke zaman Nabi Muhammad ﷺ, Nabi yang terakhir, yaitu
kepercayaan kepada Allah Yang Esa. Mensucikan Allah dan percaya akan hari akhirat, hisab amalan manusia, syurga dan neraka.

Setiap Nabi menyeru kaumnya pada kepercayaan tersebut dan tiap Nabi juga membantu dan menegaskan apa yang dibawa oleh Nabi yang terdahulu.
Seluruh rangkaian utusan para nabi, semuanya menunjukkan kepada kita bahwa semua nabi di utus agar menyeru manusia kepada keimanan dengan Allah عز وجل Yang Esa, seperti yang dinyatakan dalam kitabnya:

شَرَعَ لَکُمۡ مِّنَ الدِّیۡنِ مَا وَصّٰی بِہٖ نُوۡحًا وَّ الَّذِیۡۤ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ وَ مَا وَصَّیۡنَا بِہٖۤ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ مُوۡسٰی وَ عِیۡسٰۤی اَنۡ اَقِیۡمُوا الدِّیۡنَ وَ لَا تَتَفَرَّقُوۡا فِیۡہِ ؕ کَبُرَ عَلَی الۡمُشۡرِکِیۡنَ مَا تَدۡعُوۡہُمۡ اِلَیۡہِ ؕ اَللّٰہُ یَجۡتَبِیۡۤ اِلَیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ وَ یَہۡدِیۡۤ اِلَیۡہِ مَنۡ یُّنِیۡبُ

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
{Asy-Syura (الشورى) / 42:13}

Sehingga tergambar kepada kita bahwa para nabi itu tidak akan menyampaikan aqidah yang berlainan di antara satu dengan yang lain. Karena soal aqidah adalah soal wahyu.
Hukum (ahkam) bertujuan mengatur kehidupan manusia di dalam masyarakat. serta berguna bagi manusia. untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Utusan Allah yang terdahulu hanya diperuntukkan kaumnya saja, bukan utusan untuk seluruh manusia.
Apa yang dibawa oleh Nabi 'Isa lebih sederhana dari apa yang dibawa oleh Nabi Musa. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam kitab Alquran:

وَ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیَّ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ وَ لِاُحِلَّ لَکُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ حُرِّمَ عَلَیۡکُمۡ وَ جِئۡتُکُمۡ بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ ۟ فَاتَّقُوا اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوۡنِ

Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) daripada Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
{Ali 'Imran: 3: 50}

Bersambung