07 September 2009

Pengertian Taqwa

“Taqwa” adalah isim dari kata “Ittiqa” yang asal katanya adalah “Waqa, Yaqi, Wiqayah” artinya: Terpelihara dan terlindung dari penyakit; terutama sekali penyakit batin, yaitu syahwat; sedangkan syahwat itu artinya: “keinginan untuk memiliki dan menguasai sesuatu”. Jadi, Taqwa itu adalah qalbu (hati) yang bersih, terpelihara dari dorongan-dorongan keinginan memiliki dan menguasai. Sebagian ‘ulama mendefinisikan “Taqwa” sebagai “Makhafatullahi Wal-’Amalu Bi Tha’atihi”; artinya: “Rasa takut kepada Allah, dan melaksanakan keta’atan kepada-Nya”. Karena hanya dengan hati yang takut dan diri yang tunduk kepada Allah, manusia bisa menjalankan segala perintah Allah serta menjauhi larangan Allah.

Orang bertaqwa atau beriman tidak steril dari kesalahan atau dosa, sebagaimana manusia pada umumnya. Hanya saja, perbedaan antara orang yang bertaqwa dan orang yang tidak bertaqwa dalam hal kesalahan (dosa), terletak pada cara menyikapinya. Orang yang bertaqwa akan menyesal bila melakukan kesalahan, dan segera sadar lalu beristighfar minta ampun kepada Allah serta bertaubat (kembali) ke-jalan yang lurus. Dan senantiasa berusaha memperbaiki diri serta bertaqarrub kepada Allah. Sedangkan orang yang tidak bertaqwa, tidak pernah merasa menyesal terhadap semua dosa atau kesalahan yang ia perbuat. Jangankan menyesal, malahan ada yang merasa bangga terhadap perbuatan dosanya. Jadi, orang bertaqwa atau beriman tidak luput dari dosa dan kesalahan.

Pengertian Sabar

Pertamakali perlu kita pahami dulu arti sabar dari segi bahasa. Al-Imam Abu Bakar Ar-Razi menjelaskan bahwa arti “Sabar” dari segi bahasa adalah: “Habsun-Nafsi ‘Anil-Jaza’i”; artinya: “Menahan diri dari keluh kesah”. Para ‘ulama mengatakan bahwa “Sabar” itu ada 3 (tiga) tingkat.

Tingkat pertama, bersabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, yaitu dalam melaksanakan perintah Allah swt.
Tingkat kedua, bersabar dalam meninggalkan larangan Allah swt.
Dan tingkat ketiga, bersabar dalam ujian dan cobaan Allah swt.

Jadi, jika seseorang sudah membiasakan atau melatih dirinya untuk bersabar dalam melaksanakan perintah Allah dan juga menjauhi larangan Allah swt, maka ia akan mampu bersabar ketika mendapat ujian dan cobaan. Artinya, dalam keadaan cobaan yang bagaimana pun, ia dapat terus melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Tidak demikian halnya bagi orang yang tidak biasa menjalankan perintah Allah serta meninggalkan larangan Allah. Ia tidak akan mampu bersabar pada saat mendapat cobaan dari Allah swt.

Ada 3 (tiga) hal yang harus diupayakan agar memperoleh kesabaran.

Pertama: Berdo’a dengan do’a: “Rabbana Afrigh ‘Alainash-Shabra Wa Tsabbit Aqdamana Wan-Shurna ‘Alal-Qaumil-Kafirin”. Artinya: “Ya Rabb kami, curahkanlah kesabaran pada kami, dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami dalam menghadapi orang-orang yang kafir” (Surah Al-Baqarah (2):250).

Kedua: Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk bersikap sabar, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali ‘Imran (3) ayat 200: “Ya Ayyuhal-Ladzina Amanush-Biru Wa Shabiru…”. Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian…”. Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Nabi saw: “Man Tashabbara Shabbarallahu ‘alaihi”. Artinya: “Siapa-saja yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan memberikan kesabaran padanya”.

Ketiga: Saling menasehati sesama muslim untuk senantiasa bersabar, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-’Ashr (103) ayat ke 3: “Wa Tawashau Bish-Shabri”. Artinya: “Dan mereka saling berwasiat dengan kesabaran”. Maksudnya: Menanamkan kesabaran juga harus melalui saling nasehat menasehati. Inilah 3 (tiga) langkah yang merupakan manhaj (metode) Al-Quran untuk memperoleh kesabaran.

Sebetulnya surah Al-Baqarah (2) ayat 45-46 itu turun berkaitan dengan Bani Israil atau Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang ada pada zaman Rasulullah saw, sebagaimana disebutkan pada beberapa ayat sebelumnya, yaitu mulai dari ayat 40 s/d ayat 44; yang mengandung beberapa perintah dan larangan serta teguran Allah kepada mereka. Untuk itulah Allah memerintahkan mereka untuk minta tolong kepada-Nya dengan sabar dan shalat (ayat 45), yaitu minta tolong agar dapat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah; karena hal itu merupakan perkara yang berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ (tunduk). Dan ayat 46 menjelaskan pengertian khusyu’ yang sebenarnya. Jadi, perintah sabar dan minta tolong di sini tidak berkaitan dengan musibah, akan tetapi berkaitan dengan kewajiban menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt.

02 September 2009

Syarat Puasa agar mencapai derajat Taqwa

Allah SWT telah menegaskan tujuan puasa; yaitu LA'ALLAKUM TATTAQUN (agar kalian bertaqwa). Arti Taqwa dari segi bahasa: "Terpelihara dari berbagai penyakit". Jadi, puasa bertujuan utk memelihara qalbu dari macam-macam penyakit batin, seperti: ujub, takabur, dengki dsb. Taqwa juga berarti "Makhafatullahi Wal-'Amalu Bitha'atih" (Rasa takut kepada Allah serta melaksanakan kepatuhan kepada-Nya). Inilah tujuan puasa.

Menurut hadits-hadits yang shahih, ada 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, agar puasanya mencapai hasil.

Syarat ke (1): Berpuasa dengan niat karena iman kepada Allah dan mencari hasil, sabda Nabi saw :"Man Shama Ramadhana Imanan Wah-Tisaban Ghufira Lahu Ma Taqaddama Min Dzanbihi" (Siapa-saja yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mencari hasil (yaitu Taqwa), maka diampuni segala dosa-dosa yang dahulu ia kerjakan. (H.R. Bukhari).

Syarat ke(2): Meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, sabda Nabi saw:"Man Lam Yada' Qaulaz-Zur Wal-'Amala Bihi, Falaisa Lillahi Hajatun Fi An-Yada'a Tha'amahu Wa Syarabahu" (Siapa-saja yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka tidak ada keinginan bagi Allah untuk--menerima puasanya meskipun--ia meninggalkan makan dan minumnya. H.R.Al-Bukhari) Maksudnya,meskipun ia menahan lapar dan haus, pahala puasanya sia2.

Syarat ke (3): Tidak menggunjing orang, sabda Nabi saw:"Ash-Shaumu Junnatun Ma Lam Yahriqha Bil-Ghibah" (Puasa itu adalah perisai --kehidupan--selama ia (org yg. bersangkutan) tidak merusaknya dengan menggunjing. H.R. An-Nasa-i dan Ad-Darimi). Jadi, menggunjing itu merusak perisai dan pahala Shaum. Padahal puasa itu menurut Nabi saw adalah perisai yangg dapat melindungi dalam pertempuran hidup, terutama utk 11 bulan ke depan.

Syarat ke(4): Tidak mengeluarkan kata-kata cabul,berteriak-teriak (bertengkar), sabda Nabi saw: Idza Kana Yaumu Shaumi Ahadikum Fala Yarfuts Wa La Yashkhab, Fa-in Sabbahu Ahadun Aw Qatalahu Fal-yaqul Innim-ru-un Sha-imun (Ketika ada hari berpuasa salah seorang kalian, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata cabul dan berteriak-teriak (memaki-maki). Jika ada orang yang memakinya atau memojokkannya, katakanlah:"Aku sedang berpuasa". H.R. Al-Bukhari)

Syarat ke (5): Melakukan shalat malam pada malam-mala Ramadhan; Nabi saw bersabda: "Man Qama Ramadhana Imanan Wah-Tisaban Ghufira Lahu Ma Taqaddama Min Dzanbihi". (Siapa-saja yang berdiri --shalat di malam-malam -- Ramadhan, karena iman dan mencari hitungan, akan diampuni segala dosa yang ia lakukan pada waktu yang lalu. H.R. Al-Bukhari). Al-Hamdulillah Bini'matihi Tatimmush-Shalihat. Itulah 5 syarat mencapai target Shaum.