17 Januari 2020

Bekerja Dan Mencari Nafkah


Firman Allâh SWT.  yang artinya:

"Dan telah Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan (bekerja)".
(Surah An-Naba' (78):11)

Allâh menyebutkan hal ini sebagai sindiran -- untuk mengingatkan -- kebaikan atau anugerah-Nya. (Bahwa, kesempatan bekerja mencari nafkah di siang hari merupakan anugerah Allâh)
Allâh berfirman dalam Surah Al-A'râf (7):10 yang artinya:

"Dan telah Kami jadikan untuk kalian di muka bumi (sumber-sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kalian bersyukur".
(Surah Al-A'râf (7):10)

Rabb-mu telah menyatakan -- dalam ayat ini -- bahwa sumber-sumber penghidupan di bumi itu merupakan nikmat, dan Dia menuntut -- kalian -- untuk mensyukurinya.
Allâh SWT berfirman, yang artinya:

"Tidak ada dosa atas kalian jika kalian mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabb kalian".
(Surah Al-Baqarah (2):198)

Allâh SWT berfirman, yang artinya:
"Dan yang lain melakukan perjalanan di muka bumi -- dalam rangka -- mencari karunia Allâh".
(Surah Al-Muzzammil (73):20)

Allâh SWT berfirman, yang artinya:
"Maka bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah karunia Allâh".
(Surah Al-Jumu'ah (62):10)

Adapun informasi dari hadits mengenai hal ini, ialah sabda Rasûlullâh saw. yang artinya:

"Sebagian dari dosa ada dosa yang tidak bisa dihapus kecuali oleh keinginan yang kuat untuk mencari penghidupan".

Dan sabda Nabi saw.:

Artinya:
"Pedagang (Pengusaha) yang jujur akan dikumpulkan pada hari Qiyamat -- nanti -- bersama-sama shidd qîn dan orang-orang yang mati syahid".

Dan sabda Nabi saw.:

Artinya:
"Siapa-saja yang mencari dunia dengan cara halal, untuk menjaga diri dari minta-minta, atau untuk berusaha -- memberi nafqah -- kepada keluarganya, atau untuk beriuat baik -- menolong -- tetangga, maka ia kan bertemu dengan Allâh -- pada hari Qiyamat --, dengan wajah seperti rembulan dimalam purnama".

Dan pernah suatu ketika Nabi saw. duduk bersama para shahabatnya, tiba-tiba mereka melihat seorang pemuda yang memiliki ketabahan dan kekuatan berangkat pada pagi hari sekali untuk bekerja. Maka mereka pun berkata:

Artinya:
"Kasihan sekali ini pemuda, alangkah baiknya jika masa mudanya dan kekuatannya ia gunakan fî sabîlillâh".

Maka Nabi saw. pun bersabda:

Artinya:
"Jangan kalian berkata seperti ini, karena jika ia bekerja untuk -- menanggung -- dirinya, agar ia dapat menahan dirinya dari minta-minta dan mencukupinya dari -- ketergantungan -- kepada manusia, maka ia dalam sabîlillâh; dan jika ia bekerja untuk kedua orang tua yang telah lemah atau untuk anak-anak yang masih kecil, agar ia -- dapat -- memenuhi dan mencukupi kebutuhan mereka, maka ia pun dalam sabîlillâh. Akan tetapi, jika ia bekerja untuk mencari kemegahan dan menumpuk-numpuk harta, maka ia berada di jalan syaithân".

Dan sabda Nabi saw.:

Artinya:
"Sesungguhnya Allâh sangat mencintai seorang hamba yang berusaha mendapatkan pekerjaan agar ia dapat mencukupkan -- dirinya -- dengan pekerjaan itu dari ketergantungan kepada manusia, dan Allâh sangat benci terhadap seorang hamba yang mempelajari ilmu -- agama -- untuk mempergunakan ilmu itu sebagai pekerjaan".
(Maksudnya: Menggunakan ilmu agama untuk bekerja mencari uang)

Dalam suatu riwayat disebutkan:

Artinya:
"Sesungguhnya Allâh sangat mencintai seorang mu'min yang bekerja keras -- mencari nafqah --".

Dan sabda Nabi saw.:

Artinya:
"Sehalal-halal (Sebaik-baik) apa yang di makan oleh seseorang adalah dari -- hasil -- pekerjaannya dan juga dari setiap jual-beli yang baik".

Dalam riwayat yang lain:

Artinya:
"Sebaik-baik apa yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil jerih payah tangan yang berusaha, yaitu jika ia jujur -- dalam berusaha--".

Dan sabda Nabi saw.:

Artinya:
"Hendaklah kalian -- berusaha --dengan usaha dagang, karena di dalamnya terdapat sembilan per-sepuluh rezeki".
(Maksudnya: 90 % rezeki terdapat dalam perdagangan atau usaha dagang)

Diriwayatkan bahwa Nabi 'Isâ a.s. melihat seorang pria, lalu beliau bertanya kepadanya:

Artinya:
"Apa yang sedang anda kerjakan?".

Orang itu menjawab:

Artinya:
"Aku melakukan 'ibadah".

Beliau bertanya lagi:

Atinya:
"Siapa yang menjamin-mu?".

Orang itu menjawab:

Artinya:
"Saudara-ku".

Maka dengan tegas Nabi ‘Isâ a.s. berkata:

Artinya:
"Saudara-mu -- yang menjamin-mu itu -- lebih ber'ibadah daripada-mu".

Dan Nabi kita saw. bersabda:

Artinya:
"Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun -- ucapan dan perbuatan -- yang aku ketahui dapat mendekatkan kalian ke Surga dan menjauhkan kalian dari Neraka, melainkan telah aku perintahkan kepada kalian -- untuk melakukannya --; dan tidak ada sesuatu pun -- ucapan dan perbuatan -- yang aku ketahui dapat menjauhkan kalian dari Surga dan mendekatkan kalian ke Neraka, melainkan telah aku larang kalian -- melakukannya".
(Maksudnya: Semua ucapan dan perbuatan yang baik menurut syari'at, yang dapat membuat kaum Muslimîn masuk Surga dan selamat dari Neraka, telah diajarkan dan diperintahkan oleh Nabi saw. untuk dilakukan, demikian pula sebaliknya).

Lalu Nabi kita saw. melanjutkan sabdanya:

Artinya:
"Dan sesungguhnya Rûhul-Amîn (Jibrîl) berbisik ke dalam hati-ku: Sesungguhnya. tidak ada seorang pun yang menemui kematian melainkan disempurnakan rezekinya walaupun terlambat. Maka bertaqwalah kalian kepada Allâh, dan bersungguh-sungguhlah dalam mencari -- rezeki --".

Nabi saw. memerintahkan untuk bersungguh-sungguh mencari rezeki -- meskipun terlambat, yaitu telah berumur ---, Beliau tidak berkata -- kalau sudah terlambat (tua) --: "Tinggalkanlah usaha mencari rezeki". Lalu Beliau melanjutkan sabdanya:

Artinya:
"Dan janganlah terlambatnya sesuatu daripada rezeki mendorong kalian untuk mendapatkannya dengan cara ma'shiyat kepada Allâh Ta'âlâ. Karena Allâh -- tidak membenarkan -- cara ma'shiyat untuk memperoleh -- rezeki -- yang ada di sisi-Nya".

Dan Nabi saw. bersabda:

Artinya:
"Pasar-pasar adalah hidangan Allâh Ta'âlâ, dan siapa-saja yang mendatanginya, ia tentu mendapat bagian dari hidangan itu".
(Maksudnya: Siapa-saja yang datang ke pasar-pasar dalam rangka berusaha mencari rezeki, pasti ia akan mendapatkannya).

Dan Nabi saw. bersabda:

Artinya:
"Niscaya jika salah seorang dari kalian mengambil tali milikinya, lalu ia -- mengikat -- dan memikul kayu di punggungnya, -- pekerjaan -- itu jauh lebih baik daripada ia mendatangi seseorang yang diberi keistimewaan (kekayaan) oleh Allâh, lalu ia minta-minta kepadanya, yang kadang diberi atau tidak diberi".

Dan Nabi saw. bersabda:

Artinya:
"Siapa-saja yang membuka satu pintu minta-minta bagi dirinya, maka Allâh akan membuka tujuh-puluh pintu kefaqiran untuknya".

Adapun atsar-atsar yang berkaitan dengan masalah ini, di antaranya ialah ucapan Luqmânul-Hakîm kepada puteranya:

Artinya:
"Wahai anak-ku, carilah kekayaan dengan pekerjaan yang halal, -- sehingga engkau selamat -- dari kefaqiran".

Lalu beliau berkata lagi:

Artinya:
"Karena sesungguhnya, tidak ada seorang pun menjadi faqir melainkan ia tertimpa tiga masalah: (1) Tipis agamanya, (2) Lemah aqalnya dan (3) Hilang kehati-hatiannya. Dan masih ada lagi yang lebih besar dari itu: manusia menganggap remeh padanya".

Dan 'Umar r.a. berkata:

Artinya:
Janganlah salah seorang dari kalian hanya duduk saja tidak mencari rezeki, lalu dia berdo'a: "Ya Allâh, berikanlah aku rezeki". Padahal kalian benar-benar telah mengetahui bahwa langit tidak pernah menurunkan emas dan tidak juga perak".

Disebutkan bahwa Zaid bin Maslamah bercocok tanam di kebunnya, maka berkatalah 'Umar r.a. kepadanya:

Artinya:
Tepat sekali -- tindakan -- engkau, cukupkanlah diri-mu -- sehingga engkau bebas tidak bergantung -- pada manusia, dan -- kecukupan harta -- akan melindungi agama-mu dan memuliakan-mu di atas mereka, sebagaimana ucapan teman kalian dalam keadaan marah:
"Aku tidak akan berhenti di atas busur melontarkan -- panah -- dengannya".
(Maksudnya: Aku tidak akan berhenti berusaha dengan segala kemampuan untuk memperoleh harta)
"Sesungguhnya orang yang terhormat di antara saudara ialah yang memiliki harta".

Dan Ibnu Mas'ûd r.a. berkata:

Artinya:
"Sesungguhnya aku sangat benci jika melihat seseorang yang kosong (menganggur), tidak melakukan urusan dunianya dan tidak juga melakukan urusan akhiratnya".

Dan Ibrâhîm pernah ditanya tentang seorang pengusaha yang jujur, apakah orang seperti itu yang lebih ia sukai atau seorang lain yang mengosongkan waktunya untuk ber'ibadah?. Maka Ibrâhîm pun menjawab:

Artinya:
"Pengusaha yang jujur lebih aku sukai, karena ia dalam keadaan berjihâd, syathân akan mendatanginya melalui jalan takaran dan timbangan dan juga ketika ia mengambil atau memberi, maka ia berjihâd terhadapnya".

Namun, Al-Hassan (Al-Bishrî) tidak menerima pendapat ini. Sedangkan 'Umar r.a pernah berkata:

Artinya:
"Tidak ada satu tempat pun yang lebih aku sukai untuk mati di dalamnya kecuali tempat (pasar) di mana aku melakukan usaha untuk keluarga-ku, yaitu menjual dan membeli".

Dan Al-Haitsam berkata:

Artinya:
"Terkadang datang berita kepada-ku, tentang seseorang yang mencela diri-ku, namun aku teringat bahwa aku tidak membutuhkannya, maka aku pun merasa ringan dengan hal itu".

Dan Ayyûb berkata:

Artinya:
"Pekerjaan yang di dalamnya ada sesuatu lebih aku sukai daripada minta-minta pada manusia".

Pada suatu hari angin bertiup dengan keras di tengah laut, maka nakhoda perahu berkata kepada Ibrâhîm bin Ad-ham yang ada di tengah-tengah mereka:

Artinya:
"Apakah menurut-mu -- angin -- ini berbahaya?".

Maka Ibrâhîm bin Ad-ham pun menjawab:

Artinya:
"Ini -- angin -- tidak berbahaya, akan tetapi bahaya yang sesungguhnya adalah kebutuhan (ketergantungan) kepada manusia".

Ayyûb berkata: Abû Qilâbah pernah berkata kepada-ku:

Artinya:
"Tetaplah -- mencari rezeki -- di pasar, karena kecukupan -- rezeki -- termasuk kesejahteraan, yaitu kesejahteraan -- yang membuat tidak terikat -- dengan manusia".

Al-Imâm Ahmad pernah ditanya tentang seorang yang duduk saja di rumahnya atau di masjidnya, lalu ia berkata: "Aku tidak akan mengerjakan sesuatu pun sehingga rezeki-ku datang sendiri kepada-ku". Maka Al-Imâm Ahmad berkata:

Artinya:
"Ini orang yang bodoh yang tidak mengerti ilmu, apakah ia tidak pernah mendengar ucapan Nabi saw.: "Sesungguhnya Allâh menjadikan rezeki-ku di bawah naungan tombak-ku".
(Maksudnya: Tombak adalah senjata untuk berburu dan berperang, namun dia baru bisa mendatang hasil kalau digunakan, kalau tidak digunakan tidak akan menghasilkan apa-apa).

Dan Nabi saw. pernah bersabda ketika Beliau menceritakan tentang aktivitas burung-burung:

Artinya:
"Mereka (burung-burung) berangkat diwaktu pagi dalam keadaan lapar, dan pulang diwaktu sore dalam keadaan kenyang".

Beliau saw. menyebutkan bahwa burung-burung itu berangkat diwaktu pagi dalam rangka mencari rezeki., dan seperti itulah para shahabat Rasûlullâh saw., di antara mereka ada yang berdagang mengarungi daratan dan menyeberangi lautan dan ada juga yang mengolah kebun-kebun kurma; dan merekalah panutan. Abû Qilâbah pernah berkata kepada seseorang:

Artinya:
"Seandainya aku melihat-mu mencari penghidupan (rezeki) lebih aku sukai daripada melihat-mu -- duduk -- di serambi masjid".

Diriwayatkan bahwa Al-Auzâ'î bertemu dengan Ibrâhîm bin Ad-ham rahimahullâh, dan di tengkuk Ibrâhîm ada seikat kayu bakar, maka berkatalah Al-Auzâ'î kepadanya:

Artinya:
"Wahai Abâ Ishâq (panggilan Ibrâhîm bin Ad-ham), sampai kapan -- engkau bekerja seperti -- ini? Padahal saudara-saudara-mu telah mencukupi -- kebutuhan --mu".

Maka Ibrâhîm bin Ad-ham pun menjawab:

Artinya:
"Biarkanlah aku seperti ini wahai Abâ 'Amr (panggilan Al-Auzâ'î), sesungguhnya telah sampai kepada-ku sebuah berita -- yang menyatakan -- bahwa siapa-saja yang berdiri di tempat yang rendah (hina) dalam rangka mencari rezeki yang halal, maka wajiblah ia mendapat Surga".

Dan Abû Sulaimân Ad-Dârânî berkata:

Artinya:
"Bukanlah 'ibadah menurut kami, jika engkau menegakkan kedua telapak kaki-mu -- melakukan shalat --, sedangkan orang selain-mu memberi makan pada-mu, akan tetapi mulailah dengan dua buah roti milik-mu -- sebagai bekal --, simpanlah keduanya dan ber'ibadahlah".

Mu'âdz bin Jabal r.a. berkata:

Artinya:
Akan menyeru seorang penyeru pada hari Qiyamat: "Dimanakah orang-orang yang dibenci Allâh?". Maka berdirilah para pengemis -- yang suka minta-minta -- di masjid-masjid. Ini adalah perbuatan yang dicela oleh syari'at, karena suka mengemis dan pasrah saja kepada pemberian orang lain. Dan siapa-saja yang tidak memiliki harta waris, maka tidak ada yang menyelamatkannya dari -- perbuatan -- itu, kecuali bekerja dan berniaga".
(Dinuqil dari kitab Ihyâ' 'Ulûmud-Dîn karya Al-Imâm Al-Ghazâlî (rahimahullâh) hal. 383 - 386)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar