07 Mei 2010

Bersyukur Dengan Perbuatan

Bersyukur (menghargai nikmat) dengan perbuatan; Ibnul-Qayyim mengatakan ada 2 cara menghargai nikmat dgn perbuatan; pertama: menceritakan nikmat tersebut, dan kedua: menggunakan nikmat tersebut dalam hal yang diridhai Allah. Yang pertama dalilnya surah Adh-Dhuha ayat 11: Wa Amma Bini'mati Rabbika Fahaddits;artinya: "Adapun dengan nikmat Rabb-mu, maka ceritakanlah".

Menceritakan nikmat Allah ialah dalam rangka ingin berbagi bukan untuk pamer atau riya. Dan yg kedua dalilnya surah Al-Qashash ayat 77: "Wab-taghu Fima Atakallahud-Darul-Akhirah Wa La Tansa Nashibaka Minad-Dun-ya"; artinya: "Dan carilah dengan apa yang Allah anugerahkan kepada-mu (kebahagiaan) negeri akhirat dan jangan kamu lupakan bagian-mu dari (kenikmatan) dunia.

Ayat ini dengan jelas memerintahkan menggunakan potensi-potensi nikmat yang Allah berikan, seperti harta, kesehatan, ilmu dsb untuk mencari kebahagiaan akhirat, bukan untuk mencari kesenangan dunia; namun ayat ini juga mengingatkan untuk tidak melupakan bagian kenikmatan dunia, yaitu kenikmatan-kenikmatan yang dihalalkan oleh Allah. Dan orang yang menggunakan potensi-potensi nikmat untuk mencari akhirat akan memperoleh keutamaan yang luar-biasa.

Nabi saw bersabda: "Wa Man Kanatil-Akhiratu Niyatuhu Jama'allahu Lahu Amrahu, Wa Ja'ala Ghinahu Fi Qalbihi, Wa Atathud-Dun-ya Wa Hiya Raghimatun"; artinya: "Siapa-saja yang niatnya mencari akhirat,maka Allah akan menyelesaikan semua persoalannya, dan menjadikan kekayaan di hatinya; dan Dunia pun akan datang kepada.nya dengan menunduk". (H.R. Ibnu Majah).

Inilah makna bersyukur atau mensyukuri (menghargai) nikmat yang sesungguhnya; dengan lisan, hati dan perbuatan. Ibnul-Qayyim berkata: "Fa-idza Fa'ala Dzalika Faqad Syakaraha"; artinya: "Siapa-saja yang telah melakukan -- ke-3 (tiga) hal-- ini, maka ia benar-benar telah bersyukur".

Dan dengan bersyukur seperti ini, segala nikmat yang dimiliki akan terjaga, tidak akan lepas, bahkan akan semakin bertambah. Inilah yang dimaksud dengan: La-in Syakartum La-azidannakum" (Surah Ibrahim ayat 7); artinya: "Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah --nikmat-- untuk kalian.

Disamping bersyukur kepada Allah, kita juga diperintah untuk bersyukur kepada manusia; yaitu menghargai jasa atau perbuatan oranglain terhadap kita. Sabda Nabi saw.: "Man Lam Yasykurin-Nasa Lam Yasykuril-Laha"; artinya: "Siapa-saja yang tidak bersyukur --menghargai-- manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah".

Dalam hal ini kita bisa menyaksikan dan mencontoh Rasulullah saw; betapa Beliau sangat menghargai manusia, khususnya para sahabatnya yang setia. Dan Beliau saw melarang siapa pun mencaci sahabatnya, sabda Beliau: "La Tasubbu Ash-habi"; artinya: "Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku. Sekian (Wallahu A'lam)

Bersyukur Dengan Hati

Bersyukur (menghargai nikmat) dengan hati. Imam Ibnul-Qayyim mengistilahkannya dengan "Al-I'tirafu Biha Bathinan"; artinya: "Mengakui nikmat tersebut secara batin". Maksudnya, hatinya benar-benar mengakui bahwa nikmat itu se-mata-mata pemberian Allah. Bersyukur dengan hati lebih sulit daripada bersyukur dengan lisan/ucapan.

Rasulullah saw telah memerintahkan hal ini, sabda Beliau: "Liyattakhidz Ahadukum Qalban Syakiran.."; artinya: "Hendaklah tiap seseorang diantara kalian --berusaha-- membuat hatinya selalu bersyukur...". Bagaimana petunjuk Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. untuk. membuat hati selalu bersyukur kepada Allah?

Bersyukur dengan hati atau membuat hati selalu bersyukur kepada Allah, dilakukan dengan 2 (dua) cara:
PERTAMA: Selalu mengingat nikmat Allah, terutama sekali nikmat Al-Quran dan Hikmah, sebagaimana firman Allah: "Wadzkuru Ni'matallahi 'Alaikum Wa Ma Anzala 'Alaikum-minal-Kitab Wal-Hikmah Ya'izhukum Bihi".

artinya: "Dan ingatlah selalu akan nikmat Allah, dan juga apa yang Dia turunkan untuk kalian dari Al-Kitab (Al-Quran) serta Hikmah; yang dengannya (Al-Quran), Dia memberi nasehat kepada kalian" (Surah Al-Baqarah :231). Adapun yang dimaksud "Hikmah" ialah: Perkara yang benar dan lurus, keadilan, pengetahuan dan sikap santun. Ayat ini menyatakan bahwa Al-Quran dan Hikmah adalah nikmat yang besar yang harus selalu diingat.

Ibnu Hajar mengatakan: Mengingat ayat-ayat Allah dan nikmat-nikmat Allah akan melahirkan 4 (empat) sikap utama:
(1) Tauhid; yaitu percaya sepenuhnya terhadap ke-Esaan Allah dalam. Dzat, Perbuatan dan Sifat; tidak ada seorang pun yang menyamai-Nya
(2) Keyakinan; yaitu yakin terhadap semua janji-janji Allah
(3) Rasa Cinta kepada Allah, dan
(4) Perasaan bersyukur atau kesyukuran hati.

KEDUA: ialah dengan memperbanyak berdzikir; yaitu mengingat dan menyebut nama Allah; sebagaimana firman-Nya: "Fadzkuruni Adzkurkum, Wasy-Kuruli Wa La Takfurun"; artinya: "Maka berdzikirlah (ingatlah) kalian kepada-Ku, maka Aku pun akan mengingat kalian, dan bersyukurlah kepada.-Ku, dan jangan mengingkari --nikmat--Ku. (Surah Al-Baqarah:152).

Disebutkan bahwa Nabi Musa a.s. pernah bertanya kepada Allah: "Wahai Rabb-ku, bagaimanakah cara aku bersyukur kepada Mu". Maka Allah SWT menjawab:"Tadzkuruni Wa La Tansani, Fa-Idza Dzakartani Faqad Syakartani, WA Idza Nasitani Faqad Kafartani"; artinya: "Berdzikirlah (Ingatlah) engkau senantiasa kpd.-Ku; jangan engkau lalai (lupa) dari –mengingat-Ku.

maka jika engkau senantiasa berdzikir kpd.-ku; berarti engkau bersyukur kepada-.Ku; dan jika engkau lalai (lupa) dari --mengingat--Ku, maka berarti engkau mengingkari --nikmat--Ku. Jadi, banyak berdzikir kepada Allah akan mendorong hati bersyukur kepada nikmat Allah. Inilah pengikat nikmat yang kedua; bersyukur dengan hati.

Nabi saw. menunjukkan cara menjaga hati agar tetap mensyukuri nikmat Allah; sabda Beliau: "Idza Nazhara Ahadukum Ila Man Fudhdhila 'Alaihi Fil-Mal Wal-Khalq, Fal-yanzhur Ila Man Huwa Asfala Minhu"; artinya:"Jika seorang dari kalian melihat orang lain yang diberi kelebihan dalam harta dan ketampanan,maka hendaklah ia melihat orang yang dibawahnya" (H.R. Mulim).

Dalam hadits lain, sabda Nabi saw:"Fahuwa Ajdaru An-La Tazdaru Ni'matallahi 'Alaikum" artinya: "Maka --melihat orang yang di bawah kalian-- merupakan sikap yang tepat untuk tidak meremehkan nikmat Allah pada Kalian" (Muttafaqun 'Alaih). Yang dimaksud "melihat orang yang di bawah" ialah: "Org yang kondisi ekonomi berada dibawah kita, lebih susah dari kita, banyak mendapat cobaan seperti: sakit, cacat fisik, buta dsb."

"Dan jangalah engkau tujukan pandangan mata-mu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan Dunia,agar Kami uji mrk. dengan kesenangan itu. Karunia Rabb-mu lebih baik dan lebih kekal" (Surah Thaha ayat 131).

Disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi: "An-Nazharu Sahmun Min Sihami Iblis, Wa Man Tarakahu Makhafati Abdaltuhu 'Ibadatan Yajid Halawataha"; artinya: "Pandangan (mata) merupakan panah dari panah-panah Iblis yang beracun. Dan siapa-saja yang meninggalkannya --tidak mengikuti dorongannya-- karena merasa takut kepada-Ku (Allah), maka Aku akan memberi ganti untuknya dengan ibadah (ketaatan) yang ia dapat merasakan manisnya --ketaatan –“